Euforia Buku Pertama yang Kutulis

Aiq Edogawa
3 min readDec 16, 2023

--

foto pribadi

Hari ini aku sedang berada di Café JCO Mall Malioboro. Keberadaanku di sini merupakan sebuah upaya pendistraksian rasa bosan kala menunggu temanku usai bekerja. Janjinya, ia akan selesai pada pukul 3 sore nanti. Sebelum mendudukkan diri di café ini, aku menyusuri daerah Yogya untuk menuju pada sebuah percetakan yang menerbitkan bukuku; Anak Hebat Indonesia. Meski agak merasa jauh dari kosan temanku dan sedikit terombang-ambing oleh maps yang instruksinya beberapa kali kusalah artikan, aku akhirnya sampai juga pada tujuanku dan menerima 2 eksemplar buku yang ditulis oleh diriku sendiri. Tanganku agak tremor dan air mataku hampir melompat seketika aku menerima 2 buah buku tersebut. Tak pernah kusangka dalam seumur hidupku, aku menulis sebuah buku.

Kalau dilihat dari latar belakang pendidikan, aku memang merupakan lulusan Sastra Inggris. Namun, di momen paling awal ketika aku memilih jurusan tersebut, tak sedikitpun terbesit dalam benakku untuk menjadi penulis. Pekerjaan sebagai seorang penulis terlalu angan-angan bahkan utopis, dan rasa-rasanya mengumpulkan tulisan hingga menerbitkannya menjadi suatu buku merupakan hal muskil bagiku yang bukan siapa-siapa. Aku tidak berasal dari keluarga yang rajin mengoleksi buku, apalagi gemar menulis. Menulis dalam benak keluargaku dapat kupastikan tergambar sebagai sebuah aktivitas memegang pulpen lalu menyoretkannya pada sebuah kertas. Sementara pemaknaan dari menulis mengalami perkembangan yang lain. Menulis bukan hanya sekadar menyoret-nyoret kertas, namun juga menuangkan ide yang muncul di kepala, atau keresahan yang ada di sekitar kita, atau minimal ya keadaan-keadaan yang kita rasa.

Menulis adalah proses panjang yang aku sendiri tidak tahu dimana pangkal dan ujungnya, bahkan bagiku, menulis seperti tak berpangkal maupun berujung. Itulah sebabnya, kala mendapatkan buku yang kutulis oleh diriku sendiri, aku merasakan sensasi bahagia yang alasannya belum pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah kali pertama bukuku terbit.

Aku tersenyum getir, tapi perasaanku bahagia. Tiba-tiba air mataku keluar, lambat laun seolah ingin terlihat elegan. Entah karena terpengaruh dari rasa bahagia akan buku pertamaku yang terbit, atau karena lagu Nadin yang judulnya Bertaut. Tepat di lirik ‘nyawaku nyala karena denganmu’, satu titik air menggantung berat di pelupuk, dan pikiranku menerawang jauh mengingat nyawa ibuku yang menyebabkan nyawaku nyala. Lirik tetap dilanjutkan hingga pada ‘semoga lama hidupmu di sini, melihatku berjuang sampai akhir…’, setitik air itu betul-betul menyeruak mengalir di atas pipiku yang sedang berjerawat.

Aku kebingungan untuk mendeskripsikan perasaanku sekarang ini, begitu penuh dengan euforia dan yang ingin kulakukan hanya mengabadikannya dalam tulisan. Aku benar-benar tidak bisa memikirkan hal lain apa yang harus kulakukan selain bersyukur. Hingga saat ini masih penuh otakku dengan sangka-sangka. Aku tidak menyangka bahwa aku akan bisa menulis buku, aku tidak menyangka bahwa hobiku menulis dapat kurangkum menjadi sebuah buku, aku tidak menyangka bahwa aku bisa membaca bukuku sendiri, aku tidak menyangka bahwa …, dan seterusnya.

Aku juga tak menyangka bahwa ketika Pak Dheku atau orang lain yang menganggap bahwa anak sastra ketika lulus menulis buku bertanya, “Oh lulusan sastra ya? Nulis buku dong?”, aku akan dengan mantap menjawab, “Iya. Judulnya Jalani Saja, Hidup Cuma Sekali.”

Lagi-lagi, air mataku menetes tanpa ada one month notice terlebih dulu.

Terima kasih,

Tuhan.

Sebentar, ada sangka lain yang berhasil juga membuatku meneteskan air mata. Aku tidak menyangka bahwa temanku akan begitu antusias untuk cepat-cepat membaca buku yang kutulis, sebab tertarik pada sinopsis yang berada di belakang buku. Jika kalian ingin pesan, bisa lewat link ini yaa ❤

Shopee : https://shp.ee/s6vdqy9

TikTok : https://vt.tiktok.com/ZSNga6Uuq/

Ini sinopsisnya!

foto pribadi

--

--